Sale On Race
Begitu seru setiap
kelompok dalam race on sale ini, tak terkecuali kelompok saya yang manis dan
narsis narsis seperti saya. h0h0h0
Sale on race, sebuah
tantangan yang di berikan dalam kelas Kewirausahaan pada semester ini dan kelas
ini yang paling banyak yang saya ikuti. Diman menggabungkan 2 prodi di menjadi
satu, maka muncullah lautan manusia dan jika dosenku yang enerjik ini berhenti
bicara dan hilang konsentrasi sedikit saja akan muncul bunyi denggung yang
muncul dari mahasiswa dan mahasiswinya ini, terlebih mahasiswi sich.
Dimana tantangan ini
tercipta untuk mengukur sampai dimana jiwa kewirausahaan dalam diri
masing-masing individu, dengan menghadapi setiap masalah dan kenyataan lapangan
yang tak semanis teori ini itu dan lainnya.
Pembagian kelompoknya
pun terbilang cepat dan kilat, sehingga tidak ada lagi yang bisa memilah dan
memilih siapa partner kerja mereka. Dan terbagilah kami dalam 7 kelompok yang
di pilih secara random dengan berhitung. Hasilnya ada kelompok yang
beranggotakan para kartini saja dan ada pula yang memiliki beberapa arjuna
dalam kelompoknya.
Kelompok 6. Disitu lah
aku terpilih, dengan lima anggota, ada okta dia anak matematika yang pendiam
tapi jago juga kalo jualan. Susi, wah jangan salah meskipun nama tidak menjual
tapi dia yang paling jago dalam jualan dia menyumbang laba paling banyak dan
paling banyak orderan pula. Ada dua jagoan dalam kelompok kami, faqih dan
mufni. Dua jagoan ini bertugas mengantar kami mengambil orderan, mengantar
orderan dan mencari orderan pula.
Dalam perjalanan ini
kami mengalami hal yang tak terduga. Mulai dari galau menentukan patner usaha,
galau menentukan produk apa yang akan kami jual dan galau dalam pembagian
tugas. Berkat do’a restu orang tua dan dosen yang tak henti-hentinya men support
kami, akhirnya kami memilih untuk berpartner dengan satu mitra saja, yaitu Bu
Erna. Barang yang di tawarkan Mbak Erna (karena beliau masih muda, walaupun
sudah memiliki putrid yang sebentar lagi lulus sekolah menengah atas ) mulai dari baju yang di pakai kaum muslimah,
dari ujung rambut hingga ujung kaki, gamis, kerudung beraneka macam, daleman
kerudung beraneka bentuk, tas wanita pun ada, dan di tambah pula dengan
aksesoris yang membuat manis kerudung yang di pakai.
Hal yang harus di
catat, di garis bawahi dan di blok adalah bahwa di lapangan tak seindah yang
ada dalam teori. Mengapa? Karena kita berinteraksi langsung tidak lagi berkutat
dengan buku dan diktat yang ada. Kita harus mengerahkan daya, upaya serta
rayuan gombal kita untuk memikat hati para konsumen. Ternyata tak mudah
mendapatkan satu rupiah itu kawan!
Ingatlah, di balik
semua peluh dan keringatmu sekarang ini, kau akan merasakan indahnya bisa
mendapatkan rupiah yang biasanya kita memintanya (lebih kasarnya nodong) kepada
orang tuamu. Sekarang puluhan rupiah itu tak di lirik olehmu tapi saat kau
telah menjadi sosok yang dinamakan orang tua kau harus mengerti, jangan pernah
menyesal dan jangan pernah mengumpat “boros” dalam dirimu sendiri.
nama Susi justru sangat menjual :)
BalasHapusyaaaappp..realita jauh lebih indah mbak, walaupun kadang "menyakitkan"
nama temenku jadi bahan perdebatan ik..hhee
BalasHapusbener kamu nis..
kita jadi bisa menghargai rupiah kog karena sale on race ini :)