Serangan Syawal
Fajar yang telah
kembali ke peraduannya
Suara kemenangan telah
bergema
Namun kabarmu tak jua
tersua.
Takbir telah
berkumandang semalam suntuk
Hingga fajar
menghampiri
Mata ini tak dapat
terpejam
Menanti secuil kabar
dari dirimu, pangeranku.
Dimana berakibat aku
yang terakhir melangkahkan kaki ke masjid
Aku sudah rapi, wangi
dan siap melangkah
Kakiku tertahan di
depan layar laptop, handphone dan telepon rumah
Menantikan suara dalam gadget
itu.
Bahkan aku mempercepat
langkah untuk pulang
Tak menanti ayah dan
bunda
Mengabaikan orang yang
mengulurkan tangan padaku
Aku tidak ingin kau
kecewa jika tahu aku tak ada.
Aku masih terus melirik
ke arah laptop
Bahkan saat aku sarapan
pagi di meja makan
Aku pun tidak
berkonsentrasi
Saat bersimpuh meminta
maaf pada ayah dan bunda
Aku menantikanmu!
Jam dinding tak
hentinya bergerak
Bahkan fajar telah
berganti dengan senja
Hari telah berganti
minggu
Kau tak jua muncul di
hadapanku.
Mataku sulit terpejam
sejak bulan puasa bergulir
Sejak kau mengatakan
kepergianmu
Aku percaya itu tugasmu
Sebagai seorang
prajurit Negara.
Namun rasa ini berbeda
dari biasanya
Tiada rasa curiga
ataupun cemburu
Hanya ada rasa khawatir
yang memburu
Tentu saja rindu yang
selalu membara.
Semua terbayar dengan
sebuah berita
Masih belum tuntas
semua berjabat tangan
Aku mendengar juga
kabarmu
Kau telah terbujur kaku
di bumi pertiwi.
Air mataku tak lagi
pecah
Wajahku tak lagi merona
Bibirku tak lagi dapat
bersua
Hatiku, entah mungkin
sudah mati rasa.
Hatiku meraung di pojok
sana
Meraung hingga mengaung
Mengapa kau bisa
menyimpan rapat semua ini
Sehingga aku tak pernah
menyadarinya.
Serasa tiada lagi
dayaku untuk membuka mata
Bahkan aku mengizinkan
malaikat membawa jiwaku
Karena jiwaku telah
mati
Hanya seonggok daging
hidup yang berjalan.
Tiada yang mengatakan
duka padaku
Mereka hanya diam dan
memandangku
Berharap aku bisa kuat
Berharap aku masih bisa
menggunakan akal sehatku.
48 jam setelah aku
mendengar berita itu
Tangisku baru pecah
Tumbah ruas begitu saja
Tak dapat tertampung
oleh mataku.
Semua hanya melihat
Karena tahu aku tidak
ingin dikasihani
Rasa itu hanya akan
membuatku semakin lemah
Aku meraung disana
menumpahkan semua.
Tiada yang menawarkan
diri untuk mengantarkanku padamu
Menghadap pusaramu
Tempat terakhirmu
Dengan nisan yang
bertuliskan namamu
Ya, hanya namamu tanpa
tanggal kelahiran dan kematian.
Aku tahu kau ingin aku
mengenangmu dalam bahagia
Tanpa ada rasa sakit
dan luka
Kau hanya ingin
melihatku tersenyum
Tanpa harus menumpahkan
air mata.
Akhirnya kau melukaiku
juga
Hal yang paling tak
ingin kau perbuat
Sakit yang tak ingin
kau semai
Namun tumbuh dengan
merobek hatiku.
Aku tahu penyakit itu
yang membunuhmu
Kau sudah melawannya
dengan segala daya dan upaya
Namun Tuhan selalu
mengabulkan do’aku
Untuk memberiakan
perlindungan untukmu
Dimana yang terbaik
untukmu,
Adalah berada di
sisinya
Bukan di dunia fana
denganku.
Dunia ini terlalu
berbahaya untuk orang sebaik kamu
Dunia ini terlalu jahat
untuk hati selembut dirimu
Dunia ini terlalu
singkat untuk kau menebar kasih sayang
Dunia ini terlalu indah
untuk menerima uluran tanganmu.
Aku tahu sekarang
mengapa kau tak ingin menonton
Romeo and juliat, sam
pek eng tai dan ainun habibie
Aku tahu kau menontonnya
Film presiden Negara ke
tiga itu membuatmu tersadar
Aku bisa melanjutkan
hidup tanpamu.
Kau bahkan tak suka
dengan soundtracknya
Karena menurutmu
terlalu romantic
Aku tahu apa sebabnya
sekarang
Lagu itu menusukmu.
Aku masih saja menangis
Jika harus mendengar
lagu petra yang berjudul istimewa
Kau menyanyikannya
untukku
Masih ingat lagu tangga
yang berjudul memang harus kamu
Kemanapun aku berjalan
Kemanapun aku menoleh
Hanya ada bayangmu
disana
Memang harus kamu
jodohku
Jika bukan di dunia ini
Aku kan bersadar
menunggu di dunia akhir nanti.
Tersenyumlah
Karena aku sudah bisa
kembali menjalani hariku
Kata orang orang aku
tak bersedih
Kenapa aku tak menangis
Tapi kau tahu aku
berduka
Sangat berduka
Hingga bukan air mata
lagi yang tertuang
Hanya lara yang tak
berkesudahan.
Hay prajurit,
Tunggu aku disana ya
Cukup tersenyum saja
karena kau tak ganteng lagi
Jika cemberut seperti
aku.
Tiga kata yang selalu
kau nantikan
Bahkan dahulu kau
pernah mengancamku
Sekarang aku akan
mengaku
I love you.
Ny. Hutama.
Komentar
Posting Komentar