Graduation is not the end but a new beginning


"Happy graduation ya dear"
teriak sobat kentalku di ujung telepon sana karena pekerjaan yang mengharuskan dia traveling ke pulau satu ke pulau lain (baca : saya mupeng).
"Selamat ya mbak, akhirnya lulus juga"
Ada juga yang iseng teriak "akhirnya jadi ondel" juga" yang pengen gua gampar pake sepatu yang ada hak nya ini.
Saya yang lulus dan pake toga cuma bisa bilang "terima kasih" klise sekali ya sodara sodara.

Setelah bergelut dengan nggak bisa tidur semalaman, di telpon melulu sama mb Nila, tengkiu dear telah mengganggu, untuk sekedar mengingatkan saya harus dandan di pagi buta.Ribut sama supir taksi yang lebih memilih jalan memutar menuju gedung wisuda. Berbagi riweh dengan kondean ( baca : walaupun pake jilbab juga tetep heboh) dan segala kebaya dan prentelannya. Termasuk pake sabar juga kudu dowo usus e (istilah dalam bahasa jawa untuk sabar banget) dengan segala prosesi pindah kucir, menunggu pengumuman dan sumpah profesi para akademisi kesehatan.

Setelah jam bergulir di angka 00.00 di tanggal 30 Oktober 2014, saya Chairunisa Amalia Hapsari, S.Si,secara resmi menjadi Pengacara yang merupakan singkatan dari Penggangguran Banyak Acara.

Ya, mau tak mau, saya harus menyandang predikat itu. Ini konsekuensi tidak mencari pekerjaan di kala masa reses seusai mendapat predikat lulus. Alesannya klise, saya lebih memilih untuk traveling dari satu curug pindah ke bukit, dari satu kota ke danau yang lain.hehehe. Penyakit ini yang belum bisa ilang dari diri saya.

Pernah juga mengalami penuh sesak dengan pencari pekerjaan yang dinamakan "Job Fair". Sudah pernah ikutan? Bagus! anda akan merasakan aroma persaingan yang sangat kental di samping aroma yang lain yang ikut bersaing juga ( adu bau parfum antar manusia yang menuangkan di sekujur tubuhnya). Belum lagi peran pendingin ruangan yang tidak berlajan maksimal, gimana mau maksimal dalam ruangan berkapasitas 200 orang, dimasuki 400 orang dengan pendingin ruangan 5 buah yang nggak keliatan berapa PK.

Pernah juga sok jadi tukang pos, karena harus serba tahu alamat kantor dari perusahaan yang saya ingin masuki.Hasilnya, saya harus rela menyerahkan amplop lamaran ke kantor pos, karena alamat yang dituju nggak jelas dimana rimbanya.

However, mau gimana juga kita hidup butuh duit kan? dapetin duit juga nggak segampang nodong orang tua di rumah? (yang nulis ini juga masih nodong).

Lulus (dari sekolah dasar sampe perguruan tinggi) menurut saya, bukan soal mau kerja dimana, mau ngapain, tapi soal tanggung jawab, seperti apa kita akan bertanggung jawab untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai, walaupun setelah menyelesaikannya binggung mau ngapain. Urusan itu mau kerja, menikah, jadi pengacara (seperti saya sekarang) itu pilihan.

Kelulusan saya pun begitu, terkadang masa bodoh juga sama tetangga juga orang yang tidak mengenal saya dengan baik yang selalu bertanya "sekarang kerja dimana?". Orang orang yang sangat mengenal saya (selain keluarga inti), tidak pernah menanyakannya, malah bertanya "kamu hari ini ngapain?". Saya menikmati masa transisi ini, dengan mencari pekerjaan yang saya senangi dan inginkan untuk saya nikmati. Mengapa yang harus di senangi dan inginkan? karena saya ingin lama berada dalam posisi tersebut. Apakah tidak bosan? karena saya menyenangi dan menginginkannya.

And Now, dengan kekutaan "the power of your mouth" saya ingin membuktikan pada orang tua bahwa passion saya tidak hanya pada hitung menghitung dengan angka namun lebih pada dunia verbal.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Rasa

sunday is hard work

Cerita lain tentang hujan